TUGAS TAKE HOME
Pendidikan Pancasila
Dosen pengampu : Wawan Shokib Rondli, S.Pd, M.Pd
Nama : WULAN DHARI
NIM : 2012-53-145
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2014
1.
Hukum dasar
adalah aturan-aturan dasar (pokok) yang
timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara. Hukum dasar ada
yang tertulis (UUD / Konstitusi) dan ada yang tidak tertulis.
Jelaskan pengertian,kedudukan, sifat dan fungsi UUD 1945?
Jawaban:
·
Pengertian Hukum Dasar
Hukum dasar adalah
hukum pokok yang harus dipedomani dan dijadikan pegangan bagi
peraturan-peraturan yang dibawahnya sebagai pelaksana dari UUD dan
peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan Hukum Dasar atau Hukum
Pokok yaitu UUD. Hukum Dasar terbagi dua, yaitu:
1)
Hukum Dasar Tertulis
Yang dimaksud Hukum Dasar Tertulis, yaitu UUD.
Negara Republik Indonesia yaitu UUD 1945, maka sebagai Hukum Dasar/Hukum Pokok,
yaitu UUD itu mengikat, baik bagi Pemerintah, setiap lembaga, warga negara
Indonesia dimanapun ia berada, maupun bagi setiap penduduk yang ada di wilayah
Negara Republik Indonesia.
2)
Hukum Dasar Tidak Tertulis (Konvensi)
Yang dimaksud Hukum Dasar Tidak Tertulis
(Konvensi), yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara. Konvensi ini merupakan aturan-aturan pelengkap yang
mengisi kekosongan yang timbul dalam praktek kenegaraan yang tidak terdapat
dalam UUD, walaupun demikian konvensi itu tidak bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UUD, yang dimaksud Hukum Dasar Tidak
Tertulis (Konvensi), yaitu kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan terus menerus i
lingkungan kelembagaan negara.
·
Pengertian UUD 1945
Sebelum
terjadinya perubahan atau amandemen atas UUD 1945 ialah keseluruhan naskah yang
terdiri dari dan tersusun atas 3 bagian, yaitu bagian Pembukaan 4 alinea,
Batang Tubuh yang terdiri dari 16 Bab, 37 Pasal, 4 Pasal aturan peralihan, dan
2 ayat aturan tambahan, bagian yang terakhir ialah Penjelasan pasal demi pasal.
UUD 1945
disahkan oleh PPKI dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 baru meliputi
pembukaan dan batang tubuh saja sedangkan penjelasannya belum termasuk
didalamnya, karena naskah resminya dimuat dan disahkan dalam berita Republik
Indonesia tanggal 15 Februari 1946. penjelasan dimaksud telah menjadi bagian
daripada UUD 1945 seperti yang dinyatakan di atas meliputi Pembukaan, Batang
Tubuh, dan Penjelasan.
Setelah UUD
1945 diamandemen pada:
Ø 19 Oktober 1999
Ø 18 Agustus 2000
Ø 10 November
2001
Ø 10 Agustus 2002
Maka UUD 1945 ialah keseluruhan naskah yang
terdiri dari 2 bagian, yaitu:
Ø Pembukaan
Ø Batang Tubuh
yang terdiri dari 15 Bab, 37 Pasal, 34 Pasal aturan peralihan dan 2 pasal
aturan tambahan.
·
Kedudukan UUD 1945
Sebagai Hukum
Dasar atau Hukum Pokok, UUD 1945 dalam kerangka tata aturan atau tata tingkatan
norma hukum yang berlaku menempati kedudukan yang tinggi dan semua
perundang-undangan, peraturan-peraturan yang berada di bawahnya tidak boleh
bertentangan.
·
Sifat UUD 1945
UUD 1945
bersifat singkat, bersifat supel. Ke-2 sifat ini dalam UUD 1945 dinyatakan
dalam penjelasan yang memuat alasan-alasan sebagai berikut:
Ø UUD 1945 hanya
memuat aturan-aturan pokok saja.
Ø aturan-aturan
yang menyelenggarakan terlaksananya aturan-aturan pokok itu diserahkan pada
undang-undang dan atau peraturan yang lebih rendah.
·
Fungsi UUD 1945
Setelah
dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang mengesahkan kembali UUD 1945
dimana tidak berlaku lagi UUDS 1950 dan dengan Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 telah
dinyatakan Dekrit Presiden 5 Juli 1950 sebagai sumber tertib hukum dan
diperkokoh Tap MPR No.V/MPR/1973 dan Tap MPR No.IX/MPR/1978 menyatakan Tap MPR
No.XX/MPRS/1966 tetap berlaku dan Tap MPR No.3/MPR/2000. Jadi, UUD 1945
berfungsi sebagai alat pengontrol bagi norma-norma hukum .
2.
Presiden
2014-2019 terpilih pasangan Bpk Jokowi / JK dan telah dilantik oleh MPR.
Menurut UUD 1945 , Presiden sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan.
Untuk melanjutkan pemerintahannya kemudian presiden membentuk “Kabinet kerja”
yang menteri-menteri dalam kabinet tersebut beranggotakan dari professional
bukan kader parpol koalisi.
a.
Sebutkan
kekuasaan presiden sebagai kepala Negara dan pemerintahan menurut UUD 1945!
b.
Dari pernyataan
tersebut bagaimana pendapat saudara mengenai implementasi sistem pemerintahan
presidensial di NRI?
Jawaban:
a.
Kekuasaan
presiden sebagai kepala negara, meliputi:
Ø Menetapkan peraturan pemerintah (pasal 5 (2) UUD 1945).
Ø Memegang kekuasaan yang
tertinggi atas angkatan darat, angkatan laut, dan angkatan udara (pasal 10 UUD
1945).
Ø Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara
lain dengan persetujuan DPR (pasal 11 (1) UUD 1945).
Ø Menyatakan keadaan bahaya (pasal 12 UUD 1945).
Ø Mengangkat dan menerima duta dan konsul dengan memperhatikan
pertimbangan DPR (pasal 13 UUD 1945).
Ø Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA
(pasal 14 (1) UUD 1945).
Ø Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR
(pasal 14 (2) UUD 1945).
Ø Memberi gelar, tanda jasa, dam lain-lain tanda kehormatan (pasal 15
UUD 1945).
b.
Menurut saya, dalam
implementasi sistem Presidensial, terjadi pergeseran hingga sedikit menyentuh
praktik sistem parlementer. Hal ini bisa dilihat dari kebijakan pemerintah yang
sulit dipahami dan terjadi tarik menarik antar partai. Koalisi antar partai
malah mengganggu kinerja Presiden. Adanya pergeseran implementasi sistem
Presidensial itu terkait dengan fragmentasi politik yang multipartai. Padahal
sistem Presidensial sebenarnya tidak tepat diterapkan di negara yang
multipartai. Hal itu menyebabkan adanya kompromi-kompromi politik agar
pemerintahan bisa bekerja. tanpa melakukan kompromi dengan partai-partai
politik, sulit bagi pemerintah untuk melakukan programnya.
Indonesia menganut sistem multipartai, dengan sistem pemilu yang
berlaku maka semua partai itu punya peluang mendapat kursi baik di DPR maupun
DPRD. Diantara kelemahan-kelemahan yang telah disebutkan diatas, hubungan antara
eksekutif dan legislatif adalah salah satu problem dasar dalam sistem
presidensial. Kedudukan yang paralel antara lembaga eksekutif dan legislatif
dalam konteks Indonesia justru banyak menimbulkan masalah. Latar belakang
sistem multi partai adalah salah satu penyebabnya. Karakter partai di Indonesia
yang bersifat sentrifugal dan amubais membuat kebijakan-kebijakan yang akan
diambil presiden seakan dibayang-bayangi oleh kepentingan-kepentingan partai di
legislatif. Seluruh partai tersebut ingin diakomodasi kepentingannya dan
apabila kepentingan-kepentingan tersebut tidak terpenuhi presiden akan
kehilangan dukungan dari partai-partai tersebut. Dalam kondisi ini, rancangan
undang-undang yang dibuat oleh eksekutif dan legislatif bukan lagi menjadi
instrumen untuk menegakkan aturan melainkan sebuah komoditas yang bisa
diperjual belikan untuk mengakomodasi kepentingan kelompok tertentu.
Permasalahan yang mungkin muncul dari sistem multi partai biasanya
merujuk pada pemerintahan minoritas. Ada dua kemungkinan. Pertama, pemerintah
yang terdiri dari pluralitas aktor dengan latar belakang berbeda yang dalam
pembentukan pemerintahan, tidak ada mayoritas absolut suara. Kedua, ketika
pemerintah harus menghadapi lawan mainnya yang mayoritas menduduki kursi
legislatif. Pemerintah minoritas semacam ini hampir tidak dapat dihindari
karena adanya dinamika yang melekat pada sistem multi partai yang sentrifugal
seperti di Indonesia. Dalam konstitusi selain dipilih langsung, presiden
terpilih akan memegang jabatannya untuk jangka waktu lima tahun. Posisi
presiden amat kuat sebab ia tidak bisa dihentikan di tengah jalan oleh MPR
karena alasan politik yang multitafsir. UUD 1945 hasil amandemen ketiga
mengatur, presiden dan/atau wakilnya hanya dapat diberhentikan dalam masa jabatannya
bila (i) melakukan pelanggaran hukum berat, (ii) perbuatan tercela, atau (iii)
tidak memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden (Jimly
Asshidiqie, 2002).
Kerumitan permasalahan dalam lembaga internal eksekutif sangat
terlihat dalam kasus reshuffle kabinet yang dilakukan oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. Ini merupakan anomali kabinet dalam sistem Presidensial yang
dilakukan Presiden. Kinerja pemerintahan seolah-olah menjadi tanggung jawab
para menteri. Baik buruknya kebijakan pemerintah seakan-akan menjadi tanggung
jawab anggota kabinet, padahal keputusan akhir suatu kebijakan seharusnya
berada di tangan presiden.
Kasus ini sangat jelas menggambarkan dilema presidensialisme yang
diterapkan di Indonesia. Proses-proses legislasi dan kebijakan seringkali
sangat bermuatan politis. Melalui reshuffle, Presiden seakan ingin memperbaiki
hubungannya dengan DPR. Dalam reshuffle kabinet yang dilakukan, dikhawatirkan
bukan cheks and balances dalam lembaga pemerintahan yang terjadi melainkan sebuah
mekanisme politik perkoncoan. Dimana kedua belah pihak sama-sama diuntungkan.
Presiden tetap aman dan partai-partai terakomodasi kepentingannya.
3.
Ada dua cara
mengaktualisasikan nilai-nilai pancasila yaitu secara obyektif dan subyektif.
Jelaskan cara mengaktualisasikan nilai-nilai pancasila secara subyektif!
Berikan contoh konkrit di dalam lingkungan kampus.
Jawaban:
Aktualisasi Pancasila yang subyektif
adalah aktualisasi pancasila pada setiap individu terutama dalam aspek moral
dalam kaitannya dengan hidup Negara dan masyarakat. Aktualisasi yang subjektif
tersebut tidak terkecuali baik warga Negara biasa, aparat pentelenggara Negara,
penguasa Negara, terutama kalangan elit politik dalam kegiatan politik, maka
dia perlu mawas diri agar memiliki moral ketuhanan dan kemanusiaan sebagaimana
terkandung dalam pancasila.
Aktualisasi nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara memerlukan kondisi dan
iklim yang memungkinkan segenap lapisan masyarakat yang dapat mencerminkan
nilai-nilai Pancasila itu dan dapat terlihat dalam perilaku. Perpaduan ciri
tersebut di dalam kehidupan kampus melahirkan gaya hidup tersendiri yang
merupakan variasi dari corak kehidupan yang menjadikan kampus sebagai pedoman
dan harapan masyarakat.
·
Tridarma Perguruan
Tinggi
Pembangunan di Bidang Pendidikan
yang dilaksanakan atas falsafah Negara Pancasila diarahkan untuk membentuk
manusia-manusia pembangunan yang berjiwa Pancasila, membentuk manusia-manusia
Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi disertai budi pekerti
yang luhur, mencintai bangsa dan negara dan mencintai sesama manusia.
Peranan perguruan tinggi dalam usaha
pembangunan mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pendidikan dan pegajaran di
atas perguruan tingkat menengah berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia dengan
cara ilmiah yang meliputi: pendidikan
dan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, yang disebut Tri
Darma Perguruan Tinggi.
Peningkatan peranan Perguruan Tinggi
sebagai satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi dalam usaha
pembangunan selain diarahkan untuk menjadikan Perguruan Tinggi sebagai pusat
pemeliharaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni, juga
mendidik mahasiswa untuk berjiwa penuh pengabdian serta memiliki tanggung jawab
yang besar pada masa depan bangsa dan Negara, serta menggiatkan mahasiswa,
sehingga bermanfaat bagi usaha pembangunan nasional dan pengembangan daerah.
Perlu diketahui, bahwa pendidikan
tinggi sebagai institusi dalam masarakat bukanlah merupakan menara gading yang
jauh dari kepentingan masyarakat, melainkan senantiasa mengembangkan dan
mengabdi kepada masarakat. Maka menurut PP. No. 60 Th. 1999, bahwa Perguruan
Tinggi mempunyai 3 tugas pokok, yaitu:
1. Pendidikan tinggi
2. Penelitian
3. Pengabdian terhadap masyarakat
Jadi, di Perguruan Tinggi atau yang
biasa disebut dengan kampus, tidak hanya mengajar akan tetapi mendidik. Dimana
dengan didikan tersebut mahasiswa akan lebih didampingi baik secara intelektual
dan emosional. Contoh umumnya adalah bagaimana cara mahasiswa bergaul dalam
sehari-hari mereka dengan berpedoman pada pancasila.
·
Budaya Akademik
Budaya merupakan nilai yang
dilahirkan oleh warga masyarakat yang mendukungnya. Budaya akademik merupakan
nilai yang dilahirkan oleh masyarakat akademik yang bersangkutan.
Ø Pancasila merupakan nilai luhur bangsa Indonesia.
Ø Masyarakat akademik di manapun berada, hendaklah perkembangannya
dijiwai oleh nilai budaya yang berkembang di lingkungan akademik yang
bersangkutan. Suatu nilai budaya yang mendorong tumbuh dan berkembangnya sikap
kerja sama, santun, mencintai kemajuan ilmu dan teknologi, serta mendorong
berkembangnya sikap mencintai seni.
Perguruan tinggi sebagai suatu
institusi dalam masyarakat memiliki cirri khas tersendiri disamping
lapisan-lapisan masyarakat lainnya. Warga dari suatu perguruan tinggi adalah
insane-insan yang memiliki wawasan dan integritas ilmiah. Oleh karena itu
masyarakat akademik harus senantiasa mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan
esensi pokok dari aktivitas perguruan tinggi. Terdapat sejumlah cirri
masyarakat ilmiah sebagai budaya akademik. Yaitu, 1. kritis 2. kreatif 3.
objektif 4. analitis 5. konstruktif 6. dinamis 7.
dialogis 8. menerima kritik 9.
menghargai prestasi ilmiah/akademik 10. bebas dari prasangka 11. menghargai
waktu 12. memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah 13. berorientasi ke
masadepan 14. kesejawatan/kemitraan (PPMB 1990 II-2). Masyarakat ilmiah inilah
yang harus dikembangkan dan merupakan budaya dari suatu masyarakat akademik.
4.
Kampus sebagai
moral force pengembangan hukum dan HAM , memiliki permasalahan yang actual
yaitu Independensi lembaga peradilan, penegak hukum dan pembangunan HAM. Dari
peryataan tersebut,peran apa saja yang dapat saudara lakukan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara?
Jawaban:
Hak asasi manusia adalah hak-hak
dasar yang dimiliki setiap orang, yang diberikan oleh Tuhan, dan dijamin oleh
PBB. Pernyataan umum tentang hak –hak asasi manusia harus disebarkan,
diinformasikan , dan dilaksanakan oleh setiap negara. Kampus perlu terus
memberikan pelajaran dan pengkajian akademis mengenai hak-hak dasar manusia
yang dijamin oleh Pancasila (undang-undang) dan piagam HAM PBB.
Dalam penegakan hak asasi manusia
tersebut, mahasiswa sebagai kekuatan moral harus bersikap obyektif, dan
benar-benar berdasarkan kepentingan moral demi harkat dan martabat manusia,
bukan karena kepentingan politik terutama kepentingan kekuasaan politik dan
konspirasi kekuatan internasional yang ingin menghancurkan negara Indonesia.
Perlu kita sadari bahwa dalam penegakan hak asasi tersebut, pelanggaran hak
asasi dapat dilakukan oleh seseorang, kelompok orang termasuk aparat negara, penguasa
negara baik disengaja ataupun tidak disengaja (UU. No. 39 Tahun 1999).
Masyarakat kampus, masyarakat umum,
dan juga pemerintah perlu memperjuangkan tegaknya HAM di tanah air. Warga
kampus dapat menjadi inisiator, fasilitator, pengawas atas pengembangan HAM.
Dalam konteks inilah kampus dapat menjadi moral force pengembangan HAM. Jadi,
warga kampus (kampus) sebagai moral force pengembangan HAM adalah dengan cara:
Ø Inisiator
Sebagai inisiator, warga kampus harus memiliki pengetahuan yang
cukup mengenai HAM dan program pengembangan dan penegakan HAM di bidang
akademik dan kemahasiswaan, baik ke dalam maupun keluar kampus. Yang terpenting
adlah kampus harus memiliki sumber daya manusia yang menangani isu-isu HAM.
Wujudnya dapat berupa sebuah tim yang mengkaji, mengsosialisasikan dan
mengembangkan program HAM di berbagai bidang ilmu yang digeluti, seperti aspek
HAM di bidang ekonomi, sosial dan budaya, dan hal ini bisa diintegrasikan
dengan program tridarma setiap fakultas. Tim ini nantinya berfungsi sebagai
inisiator dan negosiator.
Ø Fasilitator
Kampus sebagai fasilitator memiliki dua fungsi, yaitu:
·
Menyediakan
sarana dan prasarana untuk mendukung dan melaksanakan program HAM, baik didalam
maupun diluar kampus.
·
Penyambung atau
jembatan dari suara-suara yang berhubungan dengan HAM yang datang dari luar
kampus untuk disampaikan kepada pihak-pihak yang berwenagn dan berkepentingan,
dalam hal ini pemerintah supaya ditindak lanjuti sehingga HAM dapat
dilaksanakan dan ditegakkan sebagaimana yang diharapakan.
Agar kampus dapat berfungsi sebagai
fasilitator seperti yang disebutkan di atas, maka kampus diharuskan mempunyai
suatu manajemen, yaitu manajemen HAM.
Ø Pengawas
Pengawas
yang dimaksud di sini mencakup dua hal, yaitu:
·
Pengawas atas
program yang telah direncanakan oleh tim inisiator di dalam kampus.
·
Pengawas atas
pelaksanaan HAM di tengah-tengah masyarakat atau di luar kampus.
Sebagai
pengawas penegakan HAM, maka tim inisiator sebagai inti, dan seluruh civitas
akademika sebagai participant, berusaha agar seluruh program HAM berjalan lurus
di atas garis yang telah ditetapkan. Dan jika ditemukan menyimpang, maka
diluruskan sejak dini supaya penyimpangan itu tidak berkepanjangan.
Sebagai pelopor
dan penegakan HAM warga kampus harus menyadari bahwa pengawasan sangat
menentukan berhasil tidaknya tujuan yang ingin dicapai. Pengawas seharusnya
terjadi atas segala aktivitas dan tindakan untuk mengamankan rencana dan
keputusan yang telah dibuat dan sedang dilakukan. Atau dengan kata lain
pengawasan adalah keseluruhan dari aktivitas-aktivitas dan tindakan- tindakan
untuk menjamin, atau membuat supaya semua pelaksaan dan penyelenggaraan dapat
berlangsung sebagaimana mestinya, serta berhasil sesuai denghan apa yang telah
dierncanakan, diprogramkan dan diputuskan.
Ketiga fungsi
yang telah dijelaskan (inisiator, fasilitator, pengawas) menjadi barometer
kampus yang menjadi moral force penegakan HAM atau tidak. Selanjutnya beberapa
hak-hak pokok yang perlu diperjuangkan oleh warga kampus adalah:
Ø Martabat manusia yang dijunjung tinggi,
Ø Kemerdekaan,
Ø Perlindungan hukum,
Ø Perkawinan dan keluarga,
Ø Kebebasan mengeluarkan pendapat dan mendapatkan informasi,
Ø Kebebasan mendapatkan pendidikan.
Dalam era reformasi saat ini, tantangan yang dihadapi oleh kampus
makin besar. Dinamika masyarakat yang begitu tinggi, krisis yang masih
berlangsung, serta ketidakpastian penegakan hukum, harus menjadi titik utama
bagi warga kampus dalam menjalankan peranannya. Jika hal ini dapat dilakukan
maka kampus akan menjadi agent of change (agen perubahan) yang sekaligus
pioneer of progresive (pelopor pembaharuan) ke arah yang lebih baik, yang pada
akhirnya akan menjadikan kampus sebagai moral force pengembangan hukum dan HAM.
5.
Pemilu
merupakan pesta demokrasi , namun akhir-akhir ini legislative mengeluarkan
kebijakan tentang pemilukada tidak langsung yang semula dilaksanakan secara
langsung dimana rakyat menggunakan hak dan politiknya secara langsung.
Buatlah makalah dengan tema “Pilkada Pesta Demokrasi Berdasarkan
Pancasila”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar