Kamis, 12 Maret 2015

TAKE HOME PKN



TUGAS TAKE HOME
Pendidikan Pancasila
Dosen pengampu : Wawan Shokib Rondli, S.Pd, M.Pd



Nama   : WULAN DHARI
          NIM    : 2012-53-145

                                

UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2014

1.      Hukum dasar adalah aturan-aturan  dasar (pokok) yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara. Hukum dasar ada yang tertulis (UUD / Konstitusi) dan ada yang tidak tertulis.
Jelaskan pengertian,kedudukan, sifat dan fungsi UUD 1945?
Jawaban:
·         Pengertian Hukum Dasar
Hukum dasar adalah hukum pokok yang harus dipedomani dan dijadikan pegangan bagi peraturan-peraturan yang dibawahnya sebagai pelaksana dari UUD dan peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan Hukum Dasar atau Hukum Pokok yaitu UUD. Hukum Dasar terbagi dua, yaitu:
1)      Hukum Dasar Tertulis
Yang dimaksud Hukum Dasar Tertulis, yaitu UUD. Negara Republik Indonesia yaitu UUD 1945, maka sebagai Hukum Dasar/Hukum Pokok, yaitu UUD itu mengikat, baik bagi Pemerintah, setiap lembaga, warga negara Indonesia dimanapun ia berada, maupun bagi setiap penduduk yang ada di wilayah Negara Republik Indonesia.
2)      Hukum Dasar Tidak Tertulis (Konvensi)
Yang dimaksud Hukum Dasar Tidak Tertulis (Konvensi), yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara. Konvensi ini merupakan aturan-aturan pelengkap yang mengisi kekosongan yang timbul dalam praktek kenegaraan yang tidak terdapat dalam UUD, walaupun demikian konvensi itu tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UUD, yang dimaksud Hukum Dasar Tidak Tertulis (Konvensi), yaitu kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan terus menerus i lingkungan kelembagaan negara. 
·         Pengertian UUD 1945
Sebelum terjadinya perubahan atau amandemen atas UUD 1945 ialah keseluruhan naskah yang terdiri dari dan tersusun atas 3 bagian, yaitu bagian Pembukaan 4 alinea, Batang Tubuh yang terdiri dari 16 Bab, 37 Pasal, 4 Pasal aturan peralihan, dan 2 ayat aturan tambahan, bagian yang terakhir ialah Penjelasan pasal demi pasal.
UUD 1945 disahkan oleh PPKI dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 baru meliputi pembukaan dan batang tubuh saja sedangkan penjelasannya belum termasuk didalamnya, karena naskah resminya dimuat dan disahkan dalam berita Republik Indonesia tanggal 15 Februari 1946. penjelasan dimaksud telah menjadi bagian daripada UUD 1945 seperti yang dinyatakan di atas meliputi Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan.
Setelah UUD 1945 diamandemen pada:
Ø  19 Oktober 1999
Ø  18 Agustus 2000
Ø  10 November 2001
Ø  10 Agustus 2002
Maka UUD 1945 ialah keseluruhan naskah yang terdiri dari 2 bagian, yaitu:
Ø  Pembukaan                                                                                   
Ø  Batang Tubuh yang terdiri dari 15 Bab, 37 Pasal, 34 Pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan.

·         Kedudukan UUD 1945
Sebagai Hukum Dasar atau Hukum Pokok, UUD 1945 dalam kerangka tata aturan atau tata tingkatan norma hukum yang berlaku menempati kedudukan yang tinggi dan semua perundang-undangan, peraturan-peraturan yang berada di bawahnya tidak boleh bertentangan.
·         Sifat UUD 1945
UUD 1945 bersifat singkat, bersifat supel. Ke-2 sifat ini dalam UUD 1945 dinyatakan dalam penjelasan yang memuat alasan-alasan sebagai berikut:
Ø UUD 1945 hanya memuat aturan-aturan pokok saja.
Ø aturan-aturan yang menyelenggarakan terlaksananya aturan-aturan pokok itu diserahkan pada undang-undang dan atau peraturan yang lebih rendah.
·         Fungsi UUD 1945
Setelah dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang mengesahkan kembali UUD 1945 dimana tidak berlaku lagi UUDS 1950 dan dengan Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 telah dinyatakan Dekrit Presiden 5 Juli 1950 sebagai sumber tertib hukum dan diperkokoh Tap MPR No.V/MPR/1973 dan Tap MPR No.IX/MPR/1978 menyatakan Tap MPR No.XX/MPRS/1966 tetap berlaku dan Tap MPR No.3/MPR/2000. Jadi, UUD 1945 berfungsi sebagai alat pengontrol bagi norma-norma hukum  .

2.      Presiden 2014-2019 terpilih pasangan Bpk Jokowi / JK dan telah dilantik oleh MPR. Menurut UUD 1945 , Presiden sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan. Untuk melanjutkan pemerintahannya kemudian presiden membentuk “Kabinet kerja” yang menteri-menteri dalam kabinet tersebut beranggotakan dari professional bukan kader parpol koalisi.
a.       Sebutkan kekuasaan presiden sebagai kepala Negara dan pemerintahan menurut UUD 1945!
b.      Dari pernyataan tersebut bagaimana pendapat saudara mengenai implementasi sistem pemerintahan presidensial di NRI?
Jawaban:
a.       Kekuasaan presiden sebagai kepala negara, meliputi:
Ø  Menetapkan peraturan pemerintah (pasal 5 (2) UUD 1945).
Ø   Memegang kekuasaan yang tertinggi atas angkatan darat, angkatan laut, dan angkatan udara (pasal 10 UUD 1945).
Ø  Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR (pasal 11 (1) UUD 1945).
Ø  Menyatakan keadaan bahaya (pasal 12 UUD 1945).
Ø  Mengangkat dan menerima duta dan konsul dengan memperhatikan pertimbangan DPR (pasal 13 UUD 1945).
Ø  Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA (pasal 14 (1) UUD 1945).
Ø  Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR (pasal 14 (2) UUD 1945).
Ø  Memberi gelar, tanda jasa, dam lain-lain tanda kehormatan (pasal 15 UUD 1945).
b.      Menurut saya, dalam implementasi sistem Presidensial, terjadi pergeseran hingga sedikit menyentuh praktik sistem parlementer. Hal ini bisa dilihat dari kebijakan pemerintah yang sulit dipahami dan terjadi tarik menarik antar partai. Koalisi antar partai malah mengganggu kinerja Presiden. Adanya pergeseran implementasi sistem Presidensial itu terkait dengan fragmentasi politik yang multipartai. Padahal sistem Presidensial sebenarnya tidak tepat diterapkan di negara yang multipartai. Hal itu menyebabkan adanya kompromi-kompromi politik agar pemerintahan bisa bekerja. tanpa melakukan kompromi dengan partai-partai politik, sulit bagi pemerintah untuk melakukan programnya.
Indonesia menganut sistem multipartai, dengan sistem pemilu yang berlaku maka semua partai itu punya peluang mendapat kursi baik di DPR maupun DPRD. Diantara kelemahan-kelemahan yang telah disebutkan diatas, hubungan antara eksekutif dan legislatif adalah salah satu problem dasar dalam sistem presidensial. Kedudukan yang paralel antara lembaga eksekutif dan legislatif dalam konteks Indonesia justru banyak menimbulkan masalah. Latar belakang sistem multi partai adalah salah satu penyebabnya. Karakter partai di Indonesia yang bersifat sentrifugal dan amubais membuat kebijakan-kebijakan yang akan diambil presiden seakan dibayang-bayangi oleh kepentingan-kepentingan partai di legislatif. Seluruh partai tersebut ingin diakomodasi kepentingannya dan apabila kepentingan-kepentingan tersebut tidak terpenuhi presiden akan kehilangan dukungan dari partai-partai tersebut. Dalam kondisi ini, rancangan undang-undang yang dibuat oleh eksekutif dan legislatif bukan lagi menjadi instrumen untuk menegakkan aturan melainkan sebuah komoditas yang bisa diperjual belikan untuk mengakomodasi kepentingan kelompok tertentu.
Permasalahan yang mungkin muncul dari sistem multi partai biasanya merujuk pada pemerintahan minoritas. Ada dua kemungkinan. Pertama, pemerintah yang terdiri dari pluralitas aktor dengan latar belakang berbeda yang dalam pembentukan pemerintahan, tidak ada mayoritas absolut suara. Kedua, ketika pemerintah harus menghadapi lawan mainnya yang mayoritas menduduki kursi legislatif. Pemerintah minoritas semacam ini hampir tidak dapat dihindari karena adanya dinamika yang melekat pada sistem multi partai yang sentrifugal seperti di Indonesia. Dalam konstitusi selain dipilih langsung, presiden terpilih akan memegang jabatannya untuk jangka waktu lima tahun. Posisi presiden amat kuat sebab ia tidak bisa dihentikan di tengah jalan oleh MPR karena alasan politik yang multitafsir. UUD 1945 hasil amandemen ketiga mengatur, presiden dan/atau wakilnya hanya dapat diberhentikan dalam masa jabatannya bila (i) melakukan pelanggaran hukum berat, (ii) perbuatan tercela, atau (iii) tidak memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden (Jimly Asshidiqie, 2002).
Kerumitan permasalahan dalam lembaga internal eksekutif sangat terlihat dalam kasus reshuffle kabinet yang dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ini merupakan anomali kabinet dalam sistem Presidensial yang dilakukan Presiden. Kinerja pemerintahan seolah-olah menjadi tanggung jawab para menteri. Baik buruknya kebijakan pemerintah seakan-akan menjadi tanggung jawab anggota kabinet, padahal keputusan akhir suatu kebijakan seharusnya berada di tangan presiden.
Kasus ini sangat jelas menggambarkan dilema presidensialisme yang diterapkan di Indonesia. Proses-proses legislasi dan kebijakan seringkali sangat bermuatan politis. Melalui reshuffle, Presiden seakan ingin memperbaiki hubungannya dengan DPR. Dalam reshuffle kabinet yang dilakukan, dikhawatirkan bukan cheks and balances dalam lembaga pemerintahan yang terjadi melainkan sebuah mekanisme politik perkoncoan. Dimana kedua belah pihak sama-sama diuntungkan. Presiden tetap aman dan partai-partai terakomodasi kepentingannya.

3.      Ada dua cara mengaktualisasikan nilai-nilai pancasila yaitu secara obyektif dan subyektif. Jelaskan cara mengaktualisasikan nilai-nilai pancasila secara subyektif! Berikan contoh konkrit di dalam lingkungan kampus.
Jawaban:
Aktualisasi Pancasila yang subyektif adalah aktualisasi pancasila pada setiap individu terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup Negara dan masyarakat. Aktualisasi yang subjektif tersebut tidak terkecuali baik warga Negara biasa, aparat pentelenggara Negara, penguasa Negara, terutama kalangan elit politik dalam kegiatan politik, maka dia perlu mawas diri agar memiliki moral ketuhanan dan kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam pancasila.
Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara memerlukan kondisi dan iklim yang memungkinkan segenap lapisan masyarakat yang dapat mencerminkan nilai-nilai Pancasila itu dan dapat terlihat dalam perilaku. Perpaduan ciri tersebut di dalam kehidupan kampus melahirkan gaya hidup tersendiri yang merupakan variasi dari corak kehidupan yang menjadikan kampus sebagai pedoman dan harapan masyarakat.
·         Tridarma Perguruan Tinggi
Pembangunan di Bidang Pendidikan yang dilaksanakan atas falsafah Negara Pancasila diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang berjiwa Pancasila, membentuk manusia-manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsa dan negara dan mencintai sesama manusia.
Peranan perguruan tinggi dalam usaha pembangunan mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pendidikan dan pegajaran di atas perguruan tingkat menengah berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia dengan cara ilmiah  yang meliputi: pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, yang disebut Tri Darma Perguruan Tinggi.
Peningkatan peranan Perguruan Tinggi sebagai satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi dalam usaha pembangunan selain diarahkan untuk menjadikan Perguruan Tinggi sebagai pusat pemeliharaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni, juga mendidik mahasiswa untuk berjiwa penuh pengabdian serta memiliki tanggung jawab yang besar pada masa depan bangsa dan Negara, serta menggiatkan mahasiswa, sehingga bermanfaat bagi usaha pembangunan nasional dan pengembangan daerah.
Perlu diketahui, bahwa pendidikan tinggi sebagai institusi dalam masarakat bukanlah merupakan menara gading yang jauh dari kepentingan masyarakat, melainkan senantiasa mengembangkan dan mengabdi kepada masarakat. Maka menurut PP. No. 60 Th. 1999, bahwa Perguruan Tinggi mempunyai 3 tugas pokok, yaitu:
1. Pendidikan tinggi
2. Penelitian
3. Pengabdian terhadap masyarakat
Jadi, di Perguruan Tinggi atau yang biasa disebut dengan kampus, tidak hanya mengajar akan tetapi mendidik. Dimana dengan didikan tersebut mahasiswa akan lebih didampingi baik secara intelektual dan emosional. Contoh umumnya adalah bagaimana cara mahasiswa bergaul dalam sehari-hari mereka dengan berpedoman pada pancasila.

·         Budaya Akademik
Budaya merupakan nilai yang dilahirkan oleh warga masyarakat yang mendukungnya. Budaya akademik merupakan nilai yang dilahirkan oleh masyarakat akademik yang bersangkutan.
Ø  Pancasila merupakan nilai luhur bangsa Indonesia.
Ø  Masyarakat akademik di manapun berada, hendaklah perkembangannya dijiwai oleh nilai budaya yang berkembang di lingkungan akademik yang bersangkutan. Suatu nilai budaya yang mendorong tumbuh dan berkembangnya sikap kerja sama, santun, mencintai kemajuan ilmu dan teknologi, serta mendorong berkembangnya sikap mencintai seni.
Perguruan tinggi sebagai suatu institusi dalam masyarakat memiliki cirri khas tersendiri disamping lapisan-lapisan masyarakat lainnya. Warga dari suatu perguruan tinggi adalah insane-insan yang memiliki wawasan dan integritas ilmiah. Oleh karena itu masyarakat akademik harus senantiasa mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan esensi pokok dari aktivitas perguruan tinggi. Terdapat sejumlah cirri masyarakat ilmiah sebagai budaya akademik. Yaitu, 1. kritis 2. kreatif 3. objektif 4. analitis 5. konstruktif  6. dinamis  7.  dialogis 8. menerima kritik  9. menghargai prestasi ilmiah/akademik 10. bebas dari prasangka 11. menghargai waktu 12. memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah 13. berorientasi ke masadepan 14. kesejawatan/kemitraan (PPMB 1990 II-2). Masyarakat ilmiah inilah yang harus dikembangkan dan merupakan budaya dari suatu masyarakat akademik.




4.      Kampus sebagai moral force pengembangan hukum dan HAM , memiliki permasalahan yang actual yaitu Independensi lembaga peradilan, penegak hukum dan pembangunan HAM. Dari peryataan tersebut,peran apa saja yang dapat saudara lakukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara?
Jawaban:
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki setiap orang, yang diberikan oleh Tuhan, dan dijamin oleh PBB. Pernyataan umum tentang hak –hak asasi manusia harus disebarkan, diinformasikan , dan dilaksanakan oleh setiap negara. Kampus perlu terus memberikan pelajaran dan pengkajian akademis mengenai hak-hak dasar manusia yang dijamin oleh Pancasila (undang-undang) dan piagam HAM PBB.
Dalam penegakan hak asasi manusia tersebut, mahasiswa sebagai kekuatan moral harus bersikap obyektif, dan benar-benar berdasarkan kepentingan moral demi harkat dan martabat manusia, bukan karena kepentingan politik terutama kepentingan kekuasaan politik dan konspirasi kekuatan internasional yang ingin menghancurkan negara Indonesia. Perlu kita sadari bahwa dalam penegakan hak asasi tersebut, pelanggaran hak asasi dapat dilakukan oleh seseorang, kelompok orang termasuk aparat negara, penguasa negara baik disengaja ataupun tidak disengaja (UU. No. 39 Tahun 1999).
Masyarakat kampus, masyarakat umum, dan juga pemerintah perlu memperjuangkan tegaknya HAM di tanah air. Warga kampus dapat menjadi inisiator, fasilitator, pengawas atas pengembangan HAM. Dalam konteks inilah kampus dapat menjadi moral force pengembangan HAM. Jadi, warga kampus (kampus) sebagai moral force pengembangan HAM adalah dengan cara:
Ø  Inisiator
Sebagai inisiator, warga kampus harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai HAM dan program pengembangan dan penegakan HAM di bidang akademik dan kemahasiswaan, baik ke dalam maupun keluar kampus. Yang terpenting adlah kampus harus memiliki sumber daya manusia yang menangani isu-isu HAM. Wujudnya dapat berupa sebuah tim yang mengkaji, mengsosialisasikan dan mengembangkan program HAM di berbagai bidang ilmu yang digeluti, seperti aspek HAM di bidang ekonomi, sosial dan budaya, dan hal ini bisa diintegrasikan dengan program tridarma setiap fakultas. Tim ini nantinya berfungsi sebagai inisiator dan negosiator.
Ø  Fasilitator
Kampus sebagai fasilitator memiliki dua fungsi, yaitu:
·           Menyediakan sarana dan prasarana untuk mendukung dan melaksanakan program HAM, baik didalam maupun diluar kampus.
·           Penyambung atau jembatan dari suara-suara yang berhubungan dengan HAM yang datang dari luar kampus untuk disampaikan kepada pihak-pihak yang berwenagn dan berkepentingan, dalam hal ini pemerintah supaya ditindak lanjuti sehingga HAM dapat dilaksanakan dan ditegakkan sebagaimana yang diharapakan.
Agar kampus dapat berfungsi sebagai fasilitator seperti yang disebutkan di atas, maka kampus diharuskan mempunyai suatu manajemen, yaitu manajemen HAM.
Ø  Pengawas
Pengawas yang dimaksud di sini mencakup dua hal, yaitu:
·         Pengawas atas program yang telah direncanakan oleh tim inisiator di dalam kampus.
·         Pengawas atas pelaksanaan HAM di tengah-tengah masyarakat atau di luar kampus.
Sebagai pengawas penegakan HAM, maka tim inisiator sebagai inti, dan seluruh civitas akademika sebagai participant, berusaha agar seluruh program HAM berjalan lurus di atas garis yang telah ditetapkan. Dan jika ditemukan menyimpang, maka diluruskan sejak dini supaya penyimpangan itu tidak berkepanjangan.
Sebagai pelopor dan penegakan HAM warga kampus harus menyadari bahwa pengawasan sangat menentukan berhasil tidaknya tujuan yang ingin dicapai. Pengawas seharusnya terjadi atas segala aktivitas dan tindakan untuk mengamankan rencana dan keputusan yang telah dibuat dan sedang dilakukan. Atau dengan kata lain pengawasan adalah keseluruhan dari aktivitas-aktivitas dan tindakan- tindakan untuk menjamin, atau membuat supaya semua pelaksaan dan penyelenggaraan dapat berlangsung sebagaimana mestinya, serta berhasil sesuai denghan apa yang telah dierncanakan, diprogramkan dan diputuskan.
Ketiga fungsi yang telah dijelaskan (inisiator, fasilitator, pengawas) menjadi barometer kampus yang menjadi moral force penegakan HAM atau tidak. Selanjutnya beberapa hak-hak pokok yang perlu diperjuangkan oleh warga kampus adalah:
Ø  Martabat manusia yang dijunjung tinggi,
Ø  Kemerdekaan,
Ø  Perlindungan hukum,
Ø  Perkawinan dan keluarga,
Ø  Kebebasan mengeluarkan pendapat dan mendapatkan informasi,
Ø  Kebebasan mendapatkan pendidikan.
Dalam era reformasi saat ini, tantangan yang dihadapi oleh kampus makin besar. Dinamika masyarakat yang begitu tinggi, krisis yang masih berlangsung, serta ketidakpastian penegakan hukum, harus menjadi titik utama bagi warga kampus dalam menjalankan peranannya. Jika hal ini dapat dilakukan maka kampus akan menjadi agent of change (agen perubahan) yang sekaligus pioneer of progresive (pelopor pembaharuan) ke arah yang lebih baik, yang pada akhirnya akan menjadikan kampus sebagai moral force pengembangan hukum dan HAM.

5.      Pemilu merupakan pesta demokrasi , namun akhir-akhir ini legislative mengeluarkan kebijakan tentang pemilukada tidak langsung yang semula dilaksanakan secara langsung dimana rakyat menggunakan hak dan politiknya secara langsung.
Buatlah makalah dengan tema “Pilkada Pesta Demokrasi Berdasarkan Pancasila”.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar